Sate Kambing

February 10, 2020



Beberapa hari yang lalu di depan meja kosong yang menunggu sepuluh tusuk sate kambing dimasak selama empat puluh lima menit, kamu bertanya, "Kapan ngisi blog lagi?" Astaga, ternyata sudah hampir setahun sejak terakhir aku menuliskan sesuatu tentang hidupku. Apa saja yang kulewatkan?

Aku denganmu masih bertahan. Rutinitas gelaran berjalan sampai ulang tahun kedua dirayakan. Skripsiku selesai dan selebrasi wisuda juga terayakan. Aku dan kamu masih bertahan. Kamu selesai magang dan memilih jalan yang menguras waktu dan tenaga. Kita bertengkar, tapi masih bertahan. Aku beranjak dari kota halamanmu, lalu jarak menggantikannya. Dan kita masih saling bertahan. Sampai kotamu kembali diguyur hujan setiap hari, aku menginap sesekali, kamu mampir rumah sesekali, kita masih juga bertahan. Sahabat kita menikah. Sahabat kita dapat pekerjaan. Kamu sedang batuk tak reda-reda, aku tak kunjung kerja-kerja. Kamu dan aku tetap bertahan.

"Aku melihat diriku yang lain dalam dirimu," kamu pernah berkata suatu hari. Sesuatu yang kusadari, benar. Lucu bagaimana Tuhan memasangkan dua manusia. Karena sebelum mengenalmu aku selalu bertanya-tanya, apakah hatiku bisa kembali jatuh, pada orang yang kuyakin benar. Karena sepas itu rasanya ketika bersamamu, bahkan cuma duduk di jok belakangmu. Butuh empat tahun aku belajar di kotamu dulu, lima tahun rantauanmu di kampung orang dan dilemamu memilih kampus, untuk kita bisa saling menjabat tangan dan bertukar senyum.

Sejak itu sampai sekarang, semuanya terasa benar. Bahkan saat aku belum juga dapat kerja, kotamu masih dingin, dan kamu masih batuk-batuk, semuanya terasa benar. Juga ketika judul dan isi tulisan blog ini tidak koheren, semuanya masih terasa benar. Lalu kamu bilang kapok makan sate di sana, itu yang nggak benaar.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

His Rhyme

His Rhyme
gave me the strength