Kan Racikanmu Gratis dan Aku Tak Usah Beli

March 01, 2020

It’s a full of sensation with you, sarcasm, skepticism, anger, jealousy, covered with love, passion, laughter, and yes, need to be together.

Rumah Kacamu masih di aku. Baru 53 halaman. Apa enaknya membaca dari sudut pandang musuh? Ejaku tersendat, aku tidak bisa menaruh keberpihakan. Pembaca suka membaca karena masing-masing punya protagonisnya. Masa’ toh aku mau memihak Pangemanann, yang sudah mengantarkan sendiri Minke ke Ambon, memisahkannya dari van Kasiruta sepanjang hari-harinya. Malaslah. Meski jauh lubuk hatinya, bernurani juga.

Baru juga akan membalik 54, aku sudah begini kementhusnya.

Belum juga 24 jam, rindu sudah menjalar (aku menulis ini jam 10 tanggal 28). Jarak pun aku belum katam. Susah, mau pakai Carpe Diem. Carpe Diem tanpamu jadi Carpe Gelisah. Aku tak bisa ada di kini. Berjalan mondar-mandir pada kemarin dan esok.

“Esok masih sayang, nggak?”
“Enggaklah.”
“Tulat?”
“Tambah enggak.”
“Tubin?”
“Apalagi.”

Kita punya dialog kita sendiri. Dialog yang begitu membosankan. Sama seperti kebanyakan pembaca yang lebih tertarik dengan tokoh utama pria muda dan gadis cantik, pendengar dialog kita meski tak sengaja, akan meminggirkan telinga jauh-jauh.

Terakhir, kita ngerasani bcl yang jadi janda.

Wit kersen, tembok warung, miayam, teh kupi, nak-anak kecil yang kebetulan kemasukan dialog menjemukan itu, tidak akan lama.

Tidak akan lama di situ.

Doa apa yang diijabah, aku dipertemukan denganmu. Judul skripsi yang diijabah dosen pembimbing satu. Andai dulu kamu buka warung TTS saja, alih-alih lapak baca di tepi jalan. Niscaya penelitianku akan tentang literasi mendatar-menurun.

Apalah makna gerutu seorang perindu. Gerutu yang tidak berjuntrung. Esok pagi ia akan tetap merindu. Lusa sama, tulat, tubin. Seorang perindu yang tak pernah terbiasa dengan rindunya, perasaan sehari-harinya. Barangkali manusia juga tidak terbiasa dengan napasnya. Siapa yang tahu.

Bagaimanakah Minke menaklukkan jarak yang membentang Ambon – Buitenzorg. Barangkali jarak itu kian dekatnya di hatinya. Barangkali hanya semakin jauh di pikirnya. Apalah makna gerutu sang perindu, suyungku.

Ada banyak yang ingin kuceritakan padamu selain terserah. Terlalu banyak, hingga mampat menjadi nir, dan yang keluar hanya terserah. Ketika itu yang kau dengar, bukan karena aku tak mampu ambil keputusan, hanya saja di dekatmu sering semuanya pudar. Harus kutulis di sini bahwa aku terlalu menginginkan keinginan-keinginanmu? Hingga keinginan-keinginan sendiri menjadi hanya ilusi. Sebenarnya aku sudah keras kepala, merasaimu dengan begitu batunya.

Kopi yang kucampur kental manis bikin sakit perut. Lain kali aku beli racikanmu saja. Sekalian mules.

I want to light a firework with you. And to see that your eyes are just the brighter.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

His Rhyme

His Rhyme
gave me the strength