Hujan Sore

September 23, 2015

Hari ini aku akan menulis tentang hujan. Bukan dalam sebuah sajak, kecuali sajak hujan. Bukan sebuah cerita pendek, kecuali itu cerita tentang hujan, pendek ataupun panjang. Pun bukan dalam bentuk curhatan diary, kecuali jika ini bisa disebut curhatan diary tentang hujan. 


Mengapa aku begitu terobsesi padanya? Hujan, rintik, gerimis, deras.

Hujan membawa banyak kenangan, lagu rindu, dan inspirasi. Ada sebuah momen yang memaksaku berada pada situasi melankolis namun berenergi. Ada gravitasi rindu yang membawa sekian kwintal semangat. 

Hujan menghadirkan sosoknya kembali. Rindu yang terbengkalai, tapi selalu terawat kembali begitu tetes air turun dari langit kemudian membentur permukaan bumi. Ada nada sendu yang mengalun harmonis kala hujan menari di luar rumahku. Musik yang tak pernah mampu dimainkan Gito Rollies sekalipun.


Hari ini aku akan menulis tentang kami bersama hujan, kaca bus, daun jati yang menguning, dan bau besi berkarat. Kombinasi keempat hal itu yang selalu mengantarku kembali pada dunia yang tak akan pernah kujangkau. 

Daun jati menguning di luar kaca jendela bus yang sedang menggelincirkan rodanya. Jauh bersama hujan yang menghujani bumi sore itu.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

His Rhyme

His Rhyme
gave me the strength