Kesumat untuk Ayah

October 24, 2017



Apabila itu Ayah, aku tak mau lagi tahu. Karena semenjak ibu jadi ayah, bagiku ayah sudah tak lagi punya jenis kelamin. Atau kelamin. Sejak itu dari ayah padaku, telah bercokol benih mengkal yang bertunas amarah. Akarnya kokoh menunjam relung kebencianku yang mendidih. Tumbuh dari daunnya suluh yang berkobar serupa bunga api. Ranting-rantingnya bekertak menyulutkan percik dendam berabad lamanya. Kini ia jadi bara yang terus menyala. Berdenyut di jantungku bagai hidupnya hanya untuk satu nawaitu, membunuh ayahku. Durjana hanya ada kesumat untuk ayah.

Tapi ibu sangat mencintai ayah. Seburuk apapun raga dan sukmanya. Ia menutup mata. Sedang aku tumbuh mencicipi setiap lakunya dengan kedua mata terbuka. 

Aku tidak membenci ayah, bagaimanapun ia adalah ayahku. Aku hanya ingin membunuhnya. Tapi mencerabut cinta ibu pada ayah, aku tak bisa. Kalau kubunuh, ia akan sangat menanggung derita teramat sangat. Terlebih karena aku adalah buah dari salah satu di antara ribuan spermanya.

Aku masih percaya bahwa bahagia adalah dengan tidak bersama ayah. Tapi ibu memaafkannya setiap malam. Meski ia harus mengorbankan kembali hatinya setiap pagi. Wanita yang terjebak dalam cangkir kopi yang harus ia aduk dan puntung rokok yang saban hari harus ia pungut.

Masih akan selalu ada kesumat untuk ayah. Selama ia terus mengaku sebagai lelaki, meski bagiku ia tak lagi berkelamin. Selama ia mengaku ayah dan suami padahal tak lebih dari seorang asing. Selama ia mengaku tua namun masih menetes asi ibu di mulutnya.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

His Rhyme

His Rhyme
gave me the strength