Terima Kasih

December 07, 2014

Hari ini kau sudi mengintipkanku, barang sedikit, kedok aslimu.

Hari ini kau mau mencurikanku momen langka, barang sedetik di bawah terik Minggu.
Aku tidak salah, ada kapuk di balik kerasnya tempurung randu.
Ada daging lembut di bawah tajamnya kulit durian jatuh.
Aku tahu, hatimu tak sekeras itu.
Kau punya canda segar tertutup keseriusanmu.

Mimik imut yang menunjukkanmu lucu, bahwa kau tak segarang itu.
Kamu asyik, bila otot tegang di wajahmu sedikit kau kendur.
Hanya saja… mungkin kamu terlalu eksklusif untuk terlalu menjadi dirimu.
Hingga mau tak mau, kami yang kau suruh penasaran dulu untuk tahu.
Jebakan cerdikmu.
Sayangnya, memang tidak mungkin semudah itu.
Aku masuk jebakanmu, tapi kamu terlalu pelit untuk membuka pintu.
Hanya sebuah jendela rapuh.
Tapi bahkan jika memang itu, aku sanggup memandang jendelamu selama apa pun.
Karena kamu terlalu berharga untuk diekspose lebih jauh.
Karena kamu terlalu penting untuk dipublikasi umum.
Biarlah, biar hanya aku yang pernah merekam momenmu.
Biar hanya aku yang tak menyerah memujamu.
Teruslah bercumbu dengan kanvasmu.
Sambil meramu semua indera tubuh.
Mau kaku, angkuh, rikuh, atau keukeuh.
Aku tetap memujamu dengan seluruh imajiku.
Biar pun bias atau ragu, biar pun berkungkung peluru.
Pasti kita berpagar tabu, berdinding suku.
Juga ketidakmauanku berpamer kalbu.
Beri saja aku punggungmu, itu lebih dari cukup.
Seribu langkah menjauhmu, itu alasanku melangkah maju.
Atau mundur, atau diam di tempatmu.
Memujamu, mengikuti setiap gerakmu.
Selintas lalu di bawah terik itu, memaku rindu.
Menjelma sebanyak bintang bertemu untuk selalu mengenangmu.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

His Rhyme

His Rhyme
gave me the strength