Source: pinterestSela daun dan sinar matari yang bercumbu di pohon jarak mendengarmu lirih Memelankan kecupan, mereka menyimakmu dengan geming Malu lantaran dengan lancang berciuman di depanmu di atas pohon jarak Tanpa menguluk salam Pohon jarak jadi sehina rumput teki yang terlantar Cekikik mereka mengundang sepoi merontokkan berhelai dedaunan Melihatmu serius, kembali diam dan sore seperti malam yang mencekam Aku turut menyimakmu sampai senja...
Nobody told me how to be a woman. Except my mother, one and only my "Ibuk". "Buk", "Buk", "Ibuk". She didn't show me how, eventually. I saw, I listened, I spoke, I watched, I felt, and I learned. Everything she did and didn't. We hurt, we were happy. We regret. Still we laughed. I don't know how she faced all things everyday. All of the toughs and the...
It’s a full of sensation with you, sarcasm, skepticism, anger, jealousy, covered with love, passion, laughter, and yes, need to be together. Rumah Kacamu masih di aku. Baru 53 halaman. Apa enaknya membaca dari sudut pandang musuh? Ejaku tersendat, aku tidak bisa menaruh keberpihakan. Pembaca suka membaca karena masing-masing punya protagonisnya. Masa’ toh aku mau memihak Pangemanann, yang sudah mengantarkan sendiri Minke ke...
Beberapa hari yang lalu di depan meja kosong yang menunggu sepuluh tusuk sate kambing dimasak selama empat puluh lima menit, kamu bertanya, "Kapan ngisi blog lagi?" Astaga, ternyata sudah hampir setahun sejak terakhir aku menuliskan sesuatu tentang hidupku. Apa saja yang kulewatkan? Aku denganmu masih bertahan. Rutinitas gelaran berjalan sampai ulang tahun kedua dirayakan. Skripsiku selesai dan selebrasi wisuda juga terayakan. Aku dan...
Selain merawat hati. Tapi segala yang kupelajari darimu adalah tentang merawat hati. Merawat hati, usaha untuk selalu mengingat nurani. Bahwa manusialah saja yang bersifat insani. Sebabnya, darimu aku belajar untuk berbagi. Berbagi yang tidak menuntut balas serupa apalagi lebih. Dengan siapa pun, sekecil apa pun hal yang kubagikan. Menghargai setiap unsur yang ada di semesta. Bahwasanya aku belajar untuk berada dalam kulit orang lain, memosisikan diri dalam perspektif...
Sore yang mencabik emosi. Kamu bertanya tentang kampung halaman, rumahku. Sejurus diam aku menyusun paragraf. Tak tersusun. Dua cangkir kopi menertawaiku, termasuk kamu. Emosiku baik-baik saja sebelum kamu bertanya. Kenapa harus rumah? Kota dan rumah memaksaku memutar memori pada kenangan yang membuncahkan kembali luka. Kenapa aku tak bisa menceritaimu tentang keduanya. Bisa jadi lantaran aku mulai membenci tempat kelahiran, kamu tahu aku paling...
Padamu, aku belum pernah mendongengkan ini. Tapi kisah tentangnya sudah kubagikan ke setiap indera manusia yang juga ingin menikmatinya. Dongeng tentang Matamu. Adalah bagian dalam setiap bualan puitis yang ditulis oleh para pemabuk. Mata. Menjadi objek murahan bagi kaum pengobral kata. Keindahan yang sudah jadi semakin murah. Bak mucikari, matamu dilacurkan pada para pembaca yang ingin ikut bersenggama melalui kata-kata. Kata-kata memang membumikan...