Tak Ingin Memberi Judul untuk Matamu
March 22, 2019
Padamu, aku belum pernah
mendongengkan ini. Tapi kisah tentangnya sudah kubagikan ke setiap indera
manusia yang juga ingin menikmatinya. Dongeng tentang
Matamu. Adalah bagian dalam
setiap bualan puitis yang ditulis oleh para pemabuk. Mata. Menjadi objek
murahan bagi kaum pengobral kata. Keindahan yang sudah jadi semakin murah. Bak
mucikari, matamu dilacurkan pada para pembaca yang ingin ikut bersenggama melalui
kata-kata. Kata-kata memang membumikan kenikmatan yang seharusnya tak terukur. Tapi
bagaimanakah, aku tak bisa membiarkan kenikmatan surgawi jadi milikku sendiri.
Aku ingin membagi. Sebagai pendosa yang belum ingin sepenuhnya bertaubat. Maka
kali ini aku ingin membagikan dosa senggama dengan matamu yang seperti biji kepayang.
Ialah di bawah pertemuan dua
selusur kelokan alismu, dua bola mata cokelat itu beradu bayang dengan
larik-larik kilau mentari sore. Aku berada di samping kananmu, menyangga pipi,
sedikit menunduk. Begitu aku lebih mudah menerawang kulit matamu. Bergerak
menjelajah semua yang bisa kau jangkau dengannya, kecuali arahku.
Kau tahu aku sedang
memandangimu. Aku tahu kau tak ingin aku terlampau bahagia dengan memutar
lehermu, menyerahkan kedua matamu kepadaku. Lagipula kedua mata yang beradu
hanya akan memudarkan rasa yang tercipta dari sebuah magis kalbu.
Seperti ada surga kecil yang
dibangun diam-diam di relung matamu. Destinasi bagi setiap kepenatan yang
memenuhi segala mata. Ketenangan yang diidamkan oleh mereka yang mulai tak bisa
mendengarkan detak jantungnya sendiri. Di matamu, aku bisa mendengar detak jantungku.
Begitu, aku tahu tenang tak selalu tentang lengang. Jika ada tempat bersembunyi
paling baik dari semua kecemasan, ialah matamu.
Masalahnya, di sini masalahnya,
aku tak bisa memandangimu lama. Matamu membuat setiap yang melihatnya tak
sadarkan diri. Pernahkah aku tak sadarkan diri setelah menatap matamu? Setiap
saat! Pemerintah seharusnya melarang konsumsi matamu saja, bukan ganja. Matamu
menghantarkan delusi. Memicu halusinasi. Sedatif yang paling adiktif. Meski terlalu
lama malah membakar.
Nyatanya tak perlu waktu untuk
merasakan surgawi di matamu. Waktu tak terlalu berjalan dengan baik di sana. Aku
hanya butuh sekedip atau dua.
Lalu aku ingin berdosa, lalu
beribadah di sana. Jika bukan karena matamu, aku tak akan seberdosa ini. Senggama berkali-kali. Hanya untuk tak sadarkan diri. Lalu bangun dan beribadah kembali.
0 komentar