You Are The Apple of My Eye, yes, you...
January 02, 2015“If you really like a girl, it is impossible to see her marry to another guy and still bless them. But I am wrong. In fact, when you really like a girl, you'd be happy for her, when you see her finding her Mr. Right. You will want them to be together, and to live happily ever after.”
You Are The Apple of My Eye |
Itu kutipan yang aku dapat dari film Taiwan “You Are The Apple of My Eye”. Itu juga yang pernah dikatakan seseorang padaku (secara tidak langsung) beberapa tahun silam. Ungkapan bahwa dengan melihatku menemukan kebahagiaanku, dia juga turut bahagia. Bahkan dia menyuruhku menemukan Mr. Right-ku dan bersanding dengan orang yang menurutnya 'lebih tepat' denganku. (Padahal bagiku, he is my Mr. Right). He’s such an insane. Tapi aku, lebih gila lagi. Aku nuruti dia! Dan jadinya… kami kacau. Itu adalah kebodohan paling bodoh yang sampai saat ini mengusikku. Aku sendiri yang membuat jarak di antara kami, mengantarkan kami pada gerbang perpisahan yang naas. Dan tentu saja, aku menggali lubang penyesalanku sendiri. Meskipun dia berkali-kali bilang, tak ada yang perlu disesali dan aku tidak diizinkan untuk mengungkit-ungkit hal ini lagi, tapi mendengar perkataan Ko Ching Teng pada Shen Chia Yi membuatku teringat akan kesalahan itu lagi.
Shen Chia Yi dan Ko Ching Teng |
But yeah… seperti kata orang, cinta tak
harus memiliki, seperti cerita Ko Ching Teng dan Shen Chia Yi. Berawal dari insiden
masturbasi di kelas, Ko Teng harus duduk di depan Shen. Imbasnya, Shen
bertanggung jawab terhadap perkembangan prestasi Ko Teng. Shen adalah siswi
tercantik dan terpandai di kelas, sedangkan Ko Teng adalah siswa termalas dan terpayah dalam hal belajar. Semua sahabat Ko Teng mengejar-ngejar Shen,
kecuali dia, pada awalnya.
Pemberian soal latihan Shen pada Ko Teng menjadi
awal kedekatan mereka. Hingga mereka akhirnya belajar bersama, ketika piket
kebersihan, ketika pagi hari di kelas, ketika malam hari di sekolah, dan ketika
Ko Teng mulai jatuh cinta pada Shen.
Cinta itu akhirnya tumbuh dan berkembang
menjadi sebuah pohon kokoh tak lekang tumbang. Bertahun-tahun Ko Teng mempertahankan cintanya pada
Shen. Bertahun-tahun itu pula, ia mengejar-ngejar Shen dengan sifat kekanak-kanakan yang tak bisa lepas darinya.
Awal Kedekatan Mereka |
Belajar yang Giat ya, Ko Teng... |
Sampai
lulus SMA pun, Ko Teng selalu menghubungi Shen melalui telepon umum yang ada di asramanya (maklum, film ini ber-setting tahun 1994-2005).
Ko Teng tahu
bahwa Shen mengetahui perasaannya selama ini. Tapi yang Ko Teng tidak tahu
adalah fakta bahwa Shen juga mencintainya. Dan ketika kesempatan untuk mendengar
jawaban dari Shen atas perasaannya selama ini datang, ia malah tidak mengizinkan
Shen untuk memberitahunya. Kira-kira dialog mereka waktu itu seperti
ini:
Okay, Let's Be Together. |
“I like you very much. I like you a lot. One day you will be mine. One day, I will make you mine.”
“Do you want to know the answer? I can tell you right now.”
“No. I didn't ask you. So you can’t turn me down.”
“You really don’t want to know?”
“Please don’t tell me now. Just let me keep on liking you.”
Aku kurang ngerti
apa yang ada di pikiran Ko Teng detik itu. Padahal jawaban yang Shen tulis di
lampion harapan bersamanya adalah “Ok, let’s be together.”
Sayangnya, hubungan mereka (yang tanpa status ini) berjalan normal layaknya
sepasang kekasih dan sahabat yang tak luput dari sebuah pertengkaran. Mereka
perang besar di tengah hujan.
Dan dua tahun setelah insiden pertengkaran itu, mereka hilang kontak, sampai ada gempa di Taipei, tempat Shen kuliah. Ko Teng
yang cemas bukan main berlarian ke sana ke mari demi menangkap sinyal di handphone-nya
untuk menghubungi Shen. Begitu tersambung, dialog yang menjadi nyawa film ini
pun mencuat dari mulut mereka. Kalimat terakhir yang menutup perbincangan panjang
Ko Teng dan Shen malam itu adalah “You are always be the apple of my eye”.
Pertengkaran yang Tak Bisa Terhindarkan |
The Wedding Photo with 6 Silliests |
Ironis, kisah
cinta mereka berdua harus berakhir dengan sebuah panggilan di ponsel Ko Teng dari
Shen yang mengumumkan pernikahannya dengan seseorang (yang lain). Shen tampak
menawan dalam balutan putih gaun pernikahannya. Meskipun menurutku, dia akan
tampak lebih menawan jika yang ada di sampingnya adalah Ko Teng. Dari salah
satu sudut meja yang dikelilingi 6 orang, Ko Teng dan sahabat-sahabatnya, ada
pancaran sinar bahagia yang tak kalah terang dari sinar bahagia pasangan
mempelai yang berjalan di altar. Sinar bahagia itu datang dari sudut mata Ko Teng,
sinar kerelaan, pengorbanan, kehilangan yang indah, kesungguhannya mencintai Shen,
seperti yang pernah ia katakan,
Happy Marriage, The Apple of My Eye |
"Ketika kau benar-benar mencintai seseorang, tidak mungkin kau bisa melihatnya menikah dengan pria lain dan kau masih mendoakan mereka. Tapi ternyata aku salah. Kenyataannya, ketika kau benar-benar mencintai seseorang, kau akan turut bahagia, ketika kau melihatnya menemukan orang yang paling tepat baginya. Kau akan menginginkan mereka untuk selalu bersama, dan hidup bahagia selamanya."
Lihat, kan?
Betapa Ko Teng mau merelakan apa pun untuk kebahagiaan Shen. Cinta mereka sih
boleh kandas, tapi kisah mereka… tak mungkin terkandas.
Menonton
film ini sampai akhir, membuatku terpingkal hingga terisak parah. Satu hal yang
mengganjal dalam benakku adalah mengapa Shen memutuskan untuk menikahi pria
lain dan bukannya Ko Teng? Apakah dua tahun tanpa kabar membuat perasaan Shen
berubah? Meskipun dia pernah bilang, “Having being loved by you makes it
harder for me to feel other's love (Dicintai olehmu membuatku sulit untuk
merasakan cinta yang lain).” Dalamnya cinta Ko Teng (yang tak terukur) sampai
mengakar kuat di hati Shen.
Nah,
memetik pelajaran dari kisah Ko Teng dan Shen, dan kebodohanku di masa lalu, semoga kamu tidak mengikuti jejak kami. Ketika kamu menemukan orang yang rela
melepaskanmu demi kebahagiaanmu, aku rasa dialah Mr. Right yang selama ini kamu
cari-cari. Dia bukan orang yang tepat untuk kaulepas. Pertahankan dia hingga
titik maksimum yang kau mampu. Karena jika suatu saat kalian tidak bisa
bersama, setidaknya kau pernah melawan semesta untuk merebutnya darimu. Dan kau
tidak akan semenyesal diriku sekarang, karena tidak mencoba bertahan untuk
mempertahankan.
0 komentar