Hambar (Padahal sudah kutambahkan kopi dan gula dalam gelas kita)

March 29, 2016

Aku sempat telah bersumpah bahwa tidak akan menulis apa pun tentangmu lagi. Tapi nyatanya di sinilah aku, dini hari, menandaskan kopi, mengenangmu, kembali dengan aksara. Pengaruhmu terlalu kuat, bahkan ketika eksistensimu harusnya sudah lenyap dari peredaran satelit kalenderku.

Mungkin karena musik kita yang terputar di playlist laptopku?

Apalah kenangan yang tersisa darimu, selain empat menit satu detik lagu mellow itu. Kutusuk diriku berkali-kali dengan memutarnya lagi dan lagi.
Kau memang tak lagi adiktif, tapi memori dan atmosfer yang kurasakan ketika mengingatmu lah yang tinggal candu.

Apakah seperti ini kodrat manusia? Menciptakan luka sendiri untuk ia nikmati lamat-lamat?

Yang mungkin bisa disyukuri adalah bahwa aku tidak menangis. Karena bukan untuk ingin membuatmu kembali lagi, iseng aku hanya ingin merasa. Indah pernah memilikimu, meski tidak secara status. Indah pernah dimiliki olehmu.
Keindahan yang akan tak pernah lagi kuimpikan. Telah kurasakan berulang kali setiap keindahan yang berakhir dengan rasa tawar.

Hanya satu tulisan yang masih kusimpan untuk kubaca ulang kapan-kapan ketika merindukan bekas rasa indah itu. Yang kau tulis semata untukku setiap kali ingin kau sampaikan padaku tapi terlalu murahan jika kau lakukan, karena begitulah dirimu. 

Bekejaran dengan kesadaranmu dalam waktu.

Aku tak mendengar kabarmu lagi semenjak kau ajak kita berteman, yang langsung kutolak. Bagiku lebih baik kita sebatas orang yang berpapasan di jalan ketimbang berteman tanpa saling mengenal. Toh kita juga akan mengakhirinya dengan kehambaran yang sama. Toh aku juga akan mengakhiri tulisan ini karena sudah bosan dengan cerita yang melulu itu-itu saja.


Apakah kita pernah melangkah?


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

His Rhyme

His Rhyme
gave me the strength