Eksistensi Cinta dalam Secangkir Kopi

October 22, 2013

Judul : Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Pengarang: Dewi Lestari (Dee)

Penerbit: Bentang Pustaka

Tahun Terbit: 2012

Halaman: xiv + 142


Dewi Lestari atau yang lebih akrab dipanggil Dee adalah seorang penyanyi, pengarang lagu, dan penulis. Novel pertamanya, Supernova yang merupakan trilogi melejit begitu dirilis pada tahun 2001. Novel terbarunya ialah Madre, terbit pada tahun 2011 lalu. Dee sudah aktif menulis di masa remajanya, namun tak banyak yang mengetahui hobinya yang satu ini. Mungkin itulah sebabnya nama Dee masih terasa harum di antara jajaran nama penulis yang sudah eksis terlebih dahulu. Sebenarnya, Filosofi Kopi ini diterbitkan untuk kali pertama di tahun 2006 oleh penerbit yang berbeda. Namun, karena pembaca masih terpikat oleh daya tarik tulisan Dee, maka Bentang Pustaka merasa perlu mencetak novel ini lagi.

Ada 18 judul karangan, salah satunya yaitu Filosofi Kopi yang menjadi judul buku ini. Alasannya mungkin karena cerita berjudul Filosofi Kopi itulah yang dijadikan andalan dalam kumpulan cerita dan prosa satu dekade ini. Tujuh belas judul lainnya antara lain, Mencari Herman, Surat yang Tak pernah Sampai, Salju Gurun, Kunci Hati, Selagi Kau Lelap, Sikat Gigi, Jembatan Zaman, Kuda Liar, Sepotong Kue Kuning, Diam, Cuaca, Lara Lana, Lilin Merah, Spasi, Cetak Biru, Buddha Bar, dan Rico de Coro.
Filosofi Kopi bercerita tentang Ben yang notabene seorang petualang kopi. Ia menghabiskan waktunya untuk berkeliling dunia mencari cita rasa kopi-kopi terbaik. Bersama Jody sahabatnya, ia pun membuka “Kedai Koffie Ben & Jody” yang kemudian diubah menjadi “Filosofi Kopi Temukan Diri Anda di Sini” setelah Ben mendapatkan ide untuk membekukan filosofi setiap kopi yang diminum pelanggannya dalam sebuah kartu. Baginya, setiap kopi punya karakter masing-masing.
Suatu hari, seorang pengusaha sukses yang kaya raya mendatangi Ben untuk menantangnya membuat racikan kopi yang punya arti kesuksesan merupakan wujud kesempurnaan hidup dengan imbalan lima puluh juta rupiah. Berminggu-minggu uji coba, Ben menjawab tantangan tersebut dengan kopi orisinal buatannya, Ben’s Perfecto, cita rasa kopi yang sempurna bagi semua pelanggannya. Tidak satu pun menampik kesempurnaan tersebut kecuali satu orang, yakni pengunjung baru Filosofi Kopi. Ia berkata bahwa ada kopi yang lebih enak dari Ben’s Perfecto.
Keambisiusan Ben dibuktikan dengan kepergiannya ke puncak Merapi untuk menemukan kopi yang dimaksud. Kopi itu ternyata kopi tiwus yang memang bercita rasa lebih nikmat dari kopi Ben. Sadar akan kenyataan bahwa semakin kita mengejar kesempurnaan, justru ketidaksempurnaanlah yang kita dapat, maka Ben memberikan cek lima puluh juta rupiah tadi ke pak tua penjual kopi tiwus.
Buku ini memiliki daya pikat, mampu menghipnotis para pembaca untuk tidak bisa lepas sampai semua bab terselesaikan. Ini dikarenakan Dee sangat pandai mengolah kalimat dan kata sehingga yang dituliskan Dee terkesan mengalir sesuai ritme dan tempo. Tiap bab memiliki makna yang dalam. Dee tidak membuat buku ini terkesan sebagai bacaan berat, pun tidak menjadikan buku ini sebagai kumpulan cerita dan prosa dengan bahasa santai dan serampangan. Jalan ceritanya tidak ruwet, tapi bukan berarti tanpa isi yang menggelitik kita untuk berpikir. Lagi, ejaan dan gramar yang tersusun rapi menjadi bukti bahwa Dee adalah pemerhati EYD dalam setiap karangannya.
Buku ini berpotensi untuk menjadi buku kumpulan cerpen, jika saja beberapa tulisan prosa dapat dikembangkan seperti halnya Filosofi Kopi, Mencari Herman, dan Rico de Coro. Bukannya malah dibiarkan terlalu singkat sehingga terkesan bahwa karya-karya ini terlalu dipaksakan untuk menjadi sebuah buku. Bahkan terkesan hanya menjadi cerita pelengkap saja, hanya membaur ke dalam cerpen-cerpen yang menjadi minoritas namun mendapat peran penting dalam buku ini. Beberapa karya yang terlalu dipaksakan itu antara lain, Salju Turun, Kunci Hati, Selagi Kau Lelap, Jembatan Zaman, Kuda Liar, Diam, Cuaca, Lilin Merah, Spasi, dan Cetak Biru. Namun itu semua tidak terlalu mempengaruhi para pembaca dalam menikmati novel ini, mengingat bahasa yang disiratkan Dee begitu indah dan padat makna dalam setiap baris sajaknya.
Buku ini relevan bagi pembaca dari seluruh kalangan usia karena tema yang diangkat universal, yakni cinta. Keelastisan tema membuat buku ini sarat akan makna dan amanat. Maka dari itulah, buku ini sangat direkomendasikan kepada siapa pun yang ingin mendengarkan penuturan bijak Dee mengenai transformasi cinta dari sekadar sekumpulan emosi menuju sebuah eksistensi.




You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

His Rhyme

His Rhyme
gave me the strength