Kerap, kau lebih memilih untuk tidak pulang
May 24, 2017Adalah kata ‘pulang’ yang mempertemukanmu kembali dengan pintu rumah dan segala hal yang ada di dalam bangunan lawas itu. Terutama, tujuanmu mengubah kata kerja ‘pulang’ menjadi kalimat aktif intransitif karena kau tambah dengan subjek ‘Aku’ adalah karena kerinduanmu pada subjek-subjek lain yang ada di dalam rumahmu. Keluarga, kau menyebutnya.
Dan ‘pulang’ adalah verba yang lebih kompleks. Karena ia juga
mengandung makna asal. ‘Kau pulang dari mana?’ Ada bentuk perpindahan tempat
subjek di sana. Dari satu ruang ke ruang yang lain. Sama dengan ‘pergi’. Karena
ia menurutku, sepasang. ‘Pulang-pergi’. Meski kata ‘pulang’ sendiri pun berarti
juga ‘pergi’. Bedanya, ‘pergi’ memberikan kesan hanya satu kali perjalanan. ‘Kau
pergi dari rumah ke kota’. Tapi ‘pulang’....
Pulang mengandung dua kali perjalanan, minimal. Pulang
berarti kau berasal dari rumah atau mana pun asalmu, kemudian kau singgah ke
tempat lain, untuk kembali lagi ke rumah atau mana pun asalmu. Oleh sebab itu, ‘pulang’,
tak pernah berarti hanya perjalanan singkat. Bagiku, paling tidak.
Di antara jeda antara tempat asal itu, aku bersembunyi. Lari,
jika terdengar lebih tepat. ‘Lari’, kata ini juga mengandung predikat asal,
meski tidak harus berarti ruang. Di balik kata ini, aku kerap menyematkan
alasan untuk tidak meruangkan kata ‘pulang’. Di hadapan kata ini aku
mengimbuhkan kata ‘dari rumah’. Betapa ironi terkadang terasa lebih indah.
Kerap, adakalanya ketika kau memilih untuk tidak pulang. Ke rumah.
Ada waktu ketika kau lebih memilih tinggal di tempat antara, di manapun itu ia
diapit oleh kata ‘rumah’.
Ada beberapa pertanyaan tak terjawab ketika aku menghunjamkannya
ke arahku sendiri. ‘Mengapa aku lebih memilih kota dingin sialan ini daripada
rumah?’
0 komentar