Biar Semesta Mempertemukan Kita
February 14, 2015
Apa kabar, kau yang kini diam seribu kata? Sudah sejauh mana dirimu berubah? Masih sedekat mana kau tetap sama? Kau selalu membuatku bertanya-tanya.
Aku memutuskan untuk menulis tentangmu malam ini. Hanya untuk membuktikan bahwa butuh lebih dari lima cangkir kopi untuk menceritakan dirimu. Sebuah kamus besar, setumpuk frasa, sekantong besar angin malam, dan sejuta imajinasi. Yang paling penting, setakar kenangan yang aku tak tahu apakah harus secuil atau sepotong besar. Masalah tinta, aku bahkan bisa menuliskanmu tanpa apa-apa. Hanya saja saat ini, aku ingin mereka ikut andil untuk merasakan betapa krusialnya kehadiranmu dalam hidupku.
Aku tahu bahwa melupakanmu, sama halnya dengan mengeluarkan bumi dari jajaran tata surya. Itulah mengapa selama ini aku hanya berputar-putar di tempat yang sama. Aku sudah puluhan kali jatuh cinta padamu. Puluhan kali itu pula, aku berusaha melupakanmu. Atau lebih tepatnya, berusaha menyingkirkanmu dari hidupku. Itulah mengapa ini begitu melelahkan. Lelah rasanya mengulang hal yang sia-sia. Karena aku tahu ke mana aku akan berakhir dan jatuh kembali. Ke lubuk hatimu yang paling dalam. Lelah, berat, dan sulit. Karena aku harus melawan semesta yang sudah puluhan kali juga mengembalikanku padamu, mempertemukan kita lagi. Bayangkan, aku harus melawan semesta hanya untuk menghapus namamu dari hidupku! Sialnya, semesta tak kenal kata lelah.
Aku ingin melepasmu. Aku ingin tak mencintaimu. Aku ingin enggan merindukanmu. Aku ingin bukan kau yang hadir di tiap lamunanku. Aku ingin bukan kau yang kuimpikan di tiap tidurku. Aku ingin tidak penasaran begitu mendengar suaramu. Aku ingin berhenti mengharap kehadiranmu. Aku ingin berhenti menulis tentangmu. Aku ingin berhenti bertingkah tolol, bahwa aku berpura-pura bisa melakukan ini semua.
Memang benar, kau medan magnet terkuat untuk terus menatapmu lekat. Kau mahakarya-Nya yang memesona. Dan sinar matamu… aku menemukan keteduhan di sana, sekaligus kegelisahan yang mengancam. Seperti api, hangat namun membakar jika kupertahankan terlalu lama. Dan kenyataan bahwa aku tak bisa mempertahankanmu lebih lama, telah membakarku. Tapi bagaimana aku bisa mempertahankanmu sementara kau tidak bahagia bersamaku dan mengatakan bahwa aku hanyalah sebuah “beban” bagimu? Perasaanku yang terlalu besar justru menyiksamu. Bagaimana bisa seperti itu, kau tidak pernah menjelaskannya padaku.
Lalu seperti yang pernah kau bilang, “Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku juga.” Itu juga berlaku untukku. “Penderitaanmu adalah penderitaanku juga.” Jadi bagaimana bisa aku melihatmu tersiksa bila terus berada di dekatku?
Maka bertahun-tahun, aku mencoba lepas darimu. Tapi seperti yang aku bilang padamu di awal… aku harus melawan semesta! Dia tak pernah bisa berhenti mempertemukan kita. Kau tahu? Jika merindukanmu adalah dosa, maka aku orang yang paling berdosa sedunia. Dan mungkin alasan mengapa aku tak mampu melepasmu adalah bukan karena aku tak mampu, tapi karena memang tak bisa. Kita harus melawan semesta bersama-sama untuk bisa lepas dan benar-benar berpisah. Tapi mungkin selain aku tak ingin mencintaimu, aku juga tak ingin melawan semesta.
Maka bertahun-tahun, aku mencoba lepas darimu. Tapi seperti yang aku bilang padamu di awal… aku harus melawan semesta! Dia tak pernah bisa berhenti mempertemukan kita. Kau tahu? Jika merindukanmu adalah dosa, maka aku orang yang paling berdosa sedunia. Dan mungkin alasan mengapa aku tak mampu melepasmu adalah bukan karena aku tak mampu, tapi karena memang tak bisa. Kita harus melawan semesta bersama-sama untuk bisa lepas dan benar-benar berpisah. Tapi mungkin selain aku tak ingin mencintaimu, aku juga tak ingin melawan semesta.
Biarlah dia terus mempertemukan kita.
0 komentar